Alami Delusi dan Halusinasi
BERITA KESEHATAN

Alami Delusi dan Halusinasi, Ini 5 Fakta Penting tentang Psikosis

Taipan Poker Lounge | Alami Delusi dan Halusinasi, Ini 5 Fakta Penting tentang Psikosis. Beberapa gangguan mental ada yang ditandai dengan timbulnya gejala yang disertai delusi dan halusinasi. Kondisi ini termasuk dalam psikosis. Psikosis menyebabkan penderitanya kehilangan kontak dengan kenyataan. Mereka mungkin melihat, mendengar, atau mempercayai hal-hal yang tidak nyata.

Perlu digarisbawahi bahwa psikosis adalah gejala, bukan penyakit. Kondisi ini dapat muncul akibat penyakit mental atau fisik, penyalahgunaan zat, stres, atau trauma ekstrem. Untuk lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang psikosis yang perlu diketahui.POKER ONLINE

Alami Delusi dan Halusinasi, Ini 5 Fakta Penting tentang Psikosis

1. Sulit membedakan kenyataan dan khayalan

Melansir Healthline, psikosis adalah kondisi yang ditandai adanya gangguan hubungan dengan realitas. Penderitanya sering kali kesulitan membedakan antara kenyataan dan khayalan.

Orang yang mengalami psikosis biasanya memiliki gejala berupa delusi dan halusinasi. Sering dianggap sama, delusi dan halusinasi merupakan dua hal yang berbeda.

Delusi terjadi saat seseorang memiliki keyakinan yang kuat tentang sesuatu yang berlawanan dengan realitas. Misalnya, merasa bahwa dirinya memiliki kekuatan super atau sedang menjalani misi khusus.

Sementara itu, halusinasi adalah kondisi saat seseorang mengalami pengalaman sensoris tanpa adanya rangsangan nyata. Contohnya, mendengar orang berbicara atau melihat ada orang di hadapannya, padahal sedang sendirian.

Melansir Medical News Today, orang dengan kondisi ini mungkin tidak menyadari bahwa dirinya mengalami psikosis. Sebab, bagi mereka delusi terasa. Psikosis bisa sangat membebani dan membingungkan. Terkadang, penderitanya sampai punya pikiran untuk melukai diri sendiri.

2. Gejala-gejala yang perlu diwaspadai

Selain delusi dan halusinasi, psikosis juga bisa memunculkan beberapa gejala meliputi:

  • Sulit berkonsentrasi
  • Suasana hati yang tertekan
  • Kurang tidur atau terlalu banyak tidur
  • Merasa cemas dan curiga
  • Menarik diri dari lingkungan keluarga dan teman
  • Cara berbicara yang tidak teratur, seperti tidak fokus, tidak nyambung dan mengalihkan pembicaraan secara tidak menentu
  • Depresi
  • Memiliki pikiran atau mencoba tindakan bunuh diri

3. Psikosis berbeda dengan skizofrenia

Kerap dikira sama, nyatanya psikosis beda dengan skizofrenia. Melansir Healthy Place, psikosis mengacu pada gejala yang meliputi delusi dan halusinasi serta bisa menjadi bagian dari banyak hal.

Sementara itu, skizofrenia adalah penyakit kejiwaan yang mencakup gejala psikosis. Namun, tak cuma psikosis, seseorang dengan skizofrenia juga harus menunjukkan gejala lain seperti: berkurangnya ekspresi emosi; kehilangan motivasi, ucapan, dan/atau rasa senang; dan enggan bersosialiasi.

Perlu diketahui bahwa tidak semua yang memiliki gejala psikosis mengalami skizofrenia. Sebab, terdapat gangguan mental lain yang juga melibatkan psikosis, seperti gangguan psikotik, gangguan mood, dan gangguan karena penggunaan zat. Untuk diagnosis yang akurat, dokter akan melakukan pemeriksaan mencakup gejala yang dialami, riwayat kesehatan dan kriteria lainnya.

Dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan tahun 2019, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 didapatkan estimasi prevalensi orang yang pernah menderita psikosis di Indonesia sebesar 1,8 per 1.000 penduduk.

4. Beberapa kondisi tubuh bisa menjadi faktor risiko psikosis

Bersumber dari WebMD, belum diketahui secara pasti tentang penyebab psikosis. Namun, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risikonya, yaitu:

  • Faktor genetika. Memiliki keluarga dengan riwayat gangguan psikotik bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami psikosis, meskipun kondisi ini tidak selalu diturunkan.
  • Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.
  • Memiliki trauma, seperti ditinggalkan orang yang disayangi atau pernah mengalami pelecehan.
  • Cedera dan penyakit, seperti cedera otak, tumor otak, stroke, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, demensia, dan HIV.
  • Psikosis juga bisa menjadi gejala dari penyakit mental, contohnya skizofrenia atau gangguan bipolar.

5. Pemberian obat-obatan dan terapi dapat menangani psikosis

Penderita psikosis harus segera mendapat penanganan yang tepat agar gejala tak memburuk dan memengaruhi hubungan sosialnya. Melansir Healthline dan WebMD, perawatan psikosis melibatkan obat-obatan dan psikoterapi.

Gejala psikosis dapat dikontrol dengan pemberian obat antipsikotik. Tujuannya adalah untuk mengurangi halusinasi dan delusi, serta membantu pasien untuk bisa berpikir lebih jernih. Jenis antipsikotik yang diberikan tergantung dari gejala yang dialami pasien.

Dibarengi dengan melakukan psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif, juga dapat membantu penanganan psikosis. Selain itu, dukungan dari keluarga dan kerabat dekat akan sangat dibutuhkan selama pasien menjalani perawatan ini.

Itulah beberapa hal tentang psikosis. Untuk masalah yang berkaitan dengan mental, sebaiknya jangan melakukan diagnosis sendiri. Pasalnya, banyak gejala yang mirip antara satu sama lain. Jangan ragu atau malu untuk konsultasi ke ahli kejiwaan profesional, seperti psikolog atau psikiater, bila merasa mengalami gangguan kesehatan mental. Mereka akan membantumu sebaik mungkin untuk mengatasi masalah tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *